Perfilman
Mengatasi Tantangan Regulasi dan Perlindungan Pekerja di Industri Film Indonesia
Industri film Indonesia sering kali menghadapi berbagai tantangan dalam memenuhi tuntutan globalisasi dan melindungi hak-hak pekerja. Meskipun Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman memberikan mandat kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengatur dan mengawasi industri ini, masih terdapat berbagai masalah berkelanjutan yang memerlukan perhatian serius.
Pembentukan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan oleh Kemendikbudristek merupakan langkah penting dalam upaya pengembangan Industri Film Indonesia. Namun, kendala yang masih terus muncul, seperti perlindungan pekerja film dan distribusi film yang tidak merata, menunjukkan adanya beberapa isu penting yang perlu ditangani. Direktorat ini, meskipun memiliki mandat untuk merespons dan menjalankan ketentuan Undang-Undang Nomor 33, seringkali menghadapi kesulitan dalam melakukan tugasnya karena kompleksitas yang luar biasa dari industri film itu sendiri.
Perlindungan pekerja film di Indonesia sering menjadi permasalahan yang rumit. Penyelesaian masalah ini membutuhkan kerjasama antara pemerintah, industri film, dan pekerja untuk memastikan bahwa perlindungan pekerja bukan hanya sekadar di atas kertas, tetapi juga terimplementasi dengan baik di lapangan. Pentingnya peningkatan kesadaran dan edukasi tentang perlindungan pekerja di semua level industri tidak bisa diabaikan.
Kemendikbudristek sering mendapatkan kritik terkait dengan implementasi Undang-Undang Perfilman. Meskipun undang-undang sudah ada, sering kali terdapat kekurangan dalam peraturan pelaksana yang mendetail dan jelas yang memandu para pelaku industri dan pekerja film tentang cara menerapkan aturan tersebut di lapangan. Kritik ini juga mengarah pada kurangnya pengawasan yang efektif dan konsisten, dan penegakan hukum yang lemah sering membuat banyak pelanggaran terhadap hak-hak pekerja tidak ditangani dengan serius.
Industri film berkembang dengan cepat, termasuk munculnya teknologi baru dan model bisnis yang berubah. Respons yang lambat dari pemerintah dalam mengupdate regulasi atau dalam merespon kebutuhan baru dari industri film sering kali menjadi sumber kekecewaan. Dalam mengatasi kritik dan masalah ini, Kemendikbudristek perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas pengawasan. Selain itu, dialog yang ditingkatkan dengan semua pemangku kepentingan di industri film akan sangat penting untuk memastikan bahwa aturan dan kebijakan yang dibuat dapat diterima dan efektif di lapangan.
Mungkin akan lebih efektif jika peran pengaturan dan perlindungan pekerja dibagi dengan lembaga lain yang memiliki fokus spesifik pada tenaga kerja atau industri kreatif, seperti Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenparekraf/Badan Ekonomi Kreatif. Lembaga-lembaga ini mungkin memiliki sumber daya atau keahlian yang lebih khusus untuk menangani isu-isu tertentu dalam industri film. Integrasi kebijakan antar berbagai lembaga pemerintah bisa memperkuat upaya perlindungan pekerja.
Industri film adalah sektor yang sangat dinamis dan kompleks dengan tantangan yang berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan globalisasi. Perlindungan pekerja, hak cipta, distribusi digital, dan persaingan internasional adalah beberapa isu yang memerlukan keahlian khusus yang mungkin di luar cakupan tradisional Kemendikbudristek. Upaya bersama dan terkoordinasi antar berbagai lembaga pemerintah, industri, dan komunitas pekerja diperlukan untuk menjawab tantangan yang muncul dari perubahan teknologi dan pasar. Pembaharuan regulasi secara berkala untuk menjawab tantangan tersebut akan membantu industri film Indonesia tidak hanya kompetitif di kancah global tetapi juga adil dan aman bagi para pekerjanya.
Salam sinema,
Gunawan Paggaru
Ketua Umum BPI