Perfilman

Refleksi 10 Tahun Perjalanan Badan Perfilman Indonesia

24 Agustus 2024
Oleh: Gunawan Paggaru

Estimasi dibaca dalam 6 menit

Badan Perfilman Indonesia (BPI) merupakan salah satu perwujudan dari Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, yang kini telah berusia 10 tahun sejak ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan No. 32 Tahun 2014. Seiring dengan perjalanan waktu, berbagai pertanyaan dan evaluasi muncul terkait efektivitas dan pencapaian BPI dalam mengembangkan perfilman nasional. Apa saja yang sudah dan belum dilakukan oleh BPI dalam menjalankan tugas dan fungsinya? Bagaimana tantangan yang dihadapi BPI dalam memajukan industri perfilman Indonesia?

 

Sebagai lembaga yang diamanatkan untuk memajukan perfilman Indonesia, BPI memiliki berbagai tugas dan fungsi strategis, di antaranya:

  1. Menyelenggarakan festival film di dalam negeri untuk mengapresiasi dan mempromosikan karya-karya film nasional.
  2. Mengikuti festival di luar negeri sebagai upaya memperkenalkan film Indonesia ke kancah internasional.
  3. Menyelenggarakan pekan film di luar negeri guna mempromosikan keberagaman budaya Indonesia.
  4. Mempromosikan Indonesia sebagai lokasi pembuatan film asing untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing industri film nasional.
  5. Memberikan masukan dan rekomendasi untuk kebijakan yang mendukung kemajuan perfilman.
  6. Melakukan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi film nasional.
  7. Memberikan penghargaan kepada insan perfilman yang berprestasi untuk memotivasi peningkatan kualitas produksi film.
  8. Memfasilitasi pendanaan untuk pembuatan film berkualitas tinggi yang dapat bersaing di pasar internasional.

Meski BPI telah melakukan berbagai upaya untuk menjalankan tugasnya, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang-Undang belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Salah satu tantangan terbesar adalah ketiadaan legal standing yang kuat, mengingat BPI dibentuk oleh masyarakat perfilman sebagai lembaga swasta mandiri, bukan lembaga pemerintah. Hal ini membatasi ruang gerak BPI dalam menjalankan fungsi strategisnya. Di tengah harapan besar dari masyarakat perfilman, BPI juga dihadapkan pada keterbatasan dalam hal pendanaan dan sumber daya.

 

Selain itu, peran serta masyarakat perlu dipertegas tugas dan fungsinya dalam mengembangkan perfilman Indonesia, termasuk peran pemerintah. Kolaborasi antara masyarakat perfilman dan pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong perkembangan industri ini. Beberapa kementerian seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memiliki irisan fungsi yang dapat mendukung kemajuan perfilman Indonesia. Setiap kementerian memiliki peran penting, seperti memfasilitasi kebijakan promosi, pengembangan sumber daya manusia, dan membuka akses pasar internasional.

 

Dalam upaya mengembangkan perfilman Indonesia, kolaborasi antara Badan Perfilman Indonesia (BPI) dan berbagai kementerian sangat diperlukan. Setiap kementerian memiliki peran strategis yang saling melengkapi untuk memajukan industri film nasional. Berikut adalah kontribusi beberapa kementerian yang relevan dalam mengembangkan perfilman Indonesia:

   1.   Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf):

Kemenparekraf memiliki peran sentral dalam mempromosikan film Indonesia di dalam dan luar negeri. Melalui program pemasaran, festival film, dan pekan film internasional, Kemenparekraf dapat membantu meningkatkan visibilitas film Indonesia di kancah global. Selain itu, kementerian ini juga mendukung industri perfilman melalui penyediaan dana, insentif, dan program pelatihan bagi para pelaku industri, serta pengembangan destinasi wisata film untuk menarik produksi film asing ke Indonesia.

2.   Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo):

Dalam era digital, Kemenkominfo berperan penting dalam membangun infrastruktur digital yang mendukung distribusi dan promosi film melalui platform online. Kemenkominfo juga dapat bekerja sama dengan BPI untuk mengembangkan regulasi yang mendukung distribusi film digital dan melindungi hak kekayaan intelektual dari pembajakan. Edukasi masyarakat tentang literasi digital dan pemanfaatan teknologi informasi untuk industri film juga menjadi bagian dari kontribusi Kemenkominfo.

3.   Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker):
Kemenaker berfokus pada pengembangan sumber daya manusia di industri perfilman. Ini termasuk penyediaan pelatihan vokasional, sertifikasi profesi, dan peningkatan keterampilan teknis bagi para pekerja film. Melalui program pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri, Kemenaker dapat membantu menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan siap bersaing di pasar global, mendukung pertumbuhan industri perfilman yang berkelanjutan.

4.   Kementerian Perindustrian (Kemenperin):
Kemenperin dapat berkontribusi dengan mendorong pengembangan teknologi dan fasilitas produksi film. Ini termasuk dukungan untuk peralatan produksi, studio film, dan fasilitas pasca-produksi. Dengan memperkuat basis industri perfilman melalui teknologi dan inovasi, Kemenperin dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi film nasional, yang pada akhirnya berkontribusi pada daya saing industri film di pasar internasional.

5.   Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri):
Kemendagri berperan dalam mendukung kebijakan daerah yang mendukung perfilman, termasuk pemberian insentif bagi kegiatan produksi film di daerah. Selain itu, Kemendagri dapat membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan bioskop dan kegiatan perfilman lainnya di seluruh Indonesia, sehingga memperluas jangkauan dan aksesibilitas film nasional ke berbagai lapisan masyarakat.

6.   Kementerian Luar Negeri (Kemenlu):
Kemenlu memiliki peran penting dalam memperluas jaringan kerja sama internasional di bidang perfilman. Melalui diplomasi budaya dan hubungan internasional, Kemenlu dapat memfasilitasi kolaborasi produksi film dengan negara lain, serta memperkenalkan film Indonesia ke berbagai festival dan pasar film internasional. Kemenlu juga dapat membantu melobi kebijakan luar negeri yang mendukung distribusi film Indonesia di pasar global.

7.   Badan Perfilman Indonesia (BPI):
Sebagai koordinator dan penghubung antara masyarakat perfilman dan pemerintah, BPI bertugas menyinergikan berbagai program kementerian dan pelaku industri film. BPI berperan dalam membuat strategi pengembangan perfilman nasional, melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan, serta mendorong kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat industri film Indonesia.

 

Kolaborasi antara BPI dan kementerian terkait merupakan kunci sukses dalam mengembangkan industri perfilman Indonesia. Setiap kementerian memiliki peran dan kontribusi yang unik untuk memajukan perfilman nasional, baik melalui promosi, pendidikan, infrastruktur, atau regulasi. Dengan bekerja sama, pemerintah dan masyarakat perfilman dapat menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan industri film, yang tidak hanya mengangkat citra Indonesia di dunia internasional tetapi juga berkontribusi pada ketahanan nasional dari aspek sosial, budaya, dan ekonomi.

 

Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang selama ini dianggap hanya berperan dalam aspek kebudayaan, perlu ditingkatkan kontribusinya dalam memajukan perfilman nasional. Di dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, Kemendikbudristek memiliki tanggung jawab yang terkait dengan pengelolaan aspek kebudayaan dalam perfilman. Namun, peran ini dapat diperluas dan ditingkatkan menjadi lebih strategis dengan mengintegrasikan aspek pendidikan, riset, dan teknologi untuk mendukung industri perfilman. Beberapa langkah peningkatan peran Kemendikbudristek yang dapat diambil meliputi:

1.   Pendidikan dan Pelatihan Perfilman: Kemendikbudristek dapat mengembangkan kurikulum yang memasukkan pendidikan perfilman di berbagai jenjang, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu, pelatihan khusus dalam bidang perfilman dapat diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi insan film, menciptakan tenaga kerja yang kompeten, kreatif, dan siap bersaing di pasar global.

2.   Dukungan untuk Riset dan Inovasi: Kemendikbudristek dapat memfasilitasi riset dan inovasi di bidang perfilman. Ini termasuk penelitian tentang tren pasar, teknologi baru dalam produksi film, dan preferensi penonton. Riset ini dapat memberikan data yang diperlukan untuk mengembangkan kebijakan yang mendukung industri perfilman nasional.

3.   Pelestarian dan Promosi Kebudayaan melalui Film: Dengan film sebagai media yang efektif untuk promosi budaya, Kemendikbudristek dapat mendukung produksi film-film yang mengangkat nilai-nilai budaya lokal dan nasional. Hal ini tidak hanya mempromosikan kekayaan budaya Indonesia, tetapi juga memperkuat identitas nasional di kancah internasional.

4.   Kolaborasi Antar-Institusi: Kemendikbudristek dapat bekerja sama dengan berbagai lembaga pendidikan, komunitas film, dan industri untuk menciptakan ekosistem perfilman yang lebih dinamis. Melalui kerja sama ini, diharapkan akan tercipta sinergi yang mendukung perkembangan industri perfilman Indonesia, baik di tingkat nasional maupun internasional.

5.   Pengembangan Program Literasi Film: Dalam rangka meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap film, Kemendikbudristek dapat mengembangkan program literasi film. Program ini dapat mengajarkan masyarakat untuk menonton film secara kritis, memahami nilai-nilai yang disampaikan, dan menghargai karya seni film sebagai bagian dari kebudayaan bangsa.

 

Dengan peran-peran ini, Kemendikbudristek dapat menjadi salah satu pilar penting dalam mengembangkan dan memajukan industri perfilman Indonesia, menjadikannya lebih berdaya saing dan mampu berkontribusi secara signifikan dalam membangun ketahanan budaya nasional.


Berdasarkan pengalaman dan evaluasi 10 tahun perjalanan BPI, ada kebutuhan mendesak untuk mengganti UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Beberapa alasan mendasar untuk menggantikan undang-undang ini meliputi:

1.   Ketidaksesuaian dengan Perkembangan Teknologi: UU No. 33 Tahun 2009 belum mengakomodasi perkembangan teknologi digital yang telah mengubah cara produksi, distribusi, dan konsumsi film. Saat ini, platform digital seperti streaming online dan VOD menjadi saluran distribusi utama yang tidak tercakup dalam regulasi lama.

2.   Kebutuhan akan Regulasi yang Mendukung Pendidikan dan Identitas Nasional: Film memiliki peran penting sebagai alat pendidikan non-formal dan penguatan identitas nasional. Namun, UU No. 33 Tahun 2009 belum memberikan dukungan yang memadai untuk pemanfaatan film dalam pendidikan nasional atau sebagai alat untuk memperkuat identitas dan budaya nasional.

3.   Ketidakharmonisan dengan Regulasi Lain: Banyaknya regulasi yang tidak sinkron dengan UU No. 33 Tahun 2009 menyebabkan kebingungan dan ketidakkonsistenan dalam penerapan hukum. Hal ini menunjukkan perlunya revisi yang dapat menyelaraskan undang-undang perfilman dengan regulasi lain yang relevan.

4.   Peran Strategis Film dalam Ekonomi Kreatif: Potensi ekonomi yang besar dari industri film belum dimaksimalkan karena UU No. 33 Tahun 2009 tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pengembangan ekosistem ekonomi kreatif, termasuk insentif dan dukungan bagi industri pendukung seperti teknologi film dan pemasaran internasional.

5.   Distribusi yang Lebih Luas dan Inklusif: Distribusi film yang merata, termasuk ke daerah-daerah terpencil, menjadi penting di era digital saat ini. Undang-undang lama masih berfokus pada distribusi tradisional, yang tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini.

 

Setelah satu dekade, BPI dihadapkan pada kebutuhan untuk menyesuaikan regulasi dan strategi pengembangan perfilman nasional dengan dinamika industri yang berkembang cepat. Penggantian UU No. 33 Tahun 2009 dengan regulasi yang lebih modern, inklusif, dan fleksibel adalah langkah penting untuk memastikan bahwa perfilman nasional tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai instrumen penting dalam membangun ketahanan nasional dari aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat perfilman, serta peran aktif dari berbagai kementerian, diperlukan untuk mewujudkan industri perfilman yang berdaya saing global dan mampu berkontribusi signifikan terhadap pembangunan nasional.

 

Salam Sinema

Badan Perfilman Indonesia

 

 

Gunawan Paggaru

Ketua Umum