
Perfilman
TEGUH KARYA TEGUH DALAM KARYA
TEGUH KARYA TEGUH DALAM KARYA
oleh Eddy D Iskandar
NAMA Teguh Karya Jadi melangit, setelah ia membuat film yang ke dua
"Cinta Pertama". Sekaligus juga melambungkan nama pemeran utamanya Slamet Raharjo dan Christine Hakim.
Teguh Karya yang sebelumnya bernama Steve Lim, dilahirkan di Kewedanaan Maja. enam kilometer dari Pandeglang. empat puluh tujuh tahun yang silam. Teguh pernah kuliah di Fakultas Ke dokteran Hewan Bogor dan Sekolah Theologia. Sekitar tahun 54 s/d 55, ia hijrah ke Yogya dan masuk ke Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI). Setelah setahun di Yogya ia pindah ke Jakarta dan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) yang masih di bawah pimpinan almarhum H Usmar Ismail.
Kariernya di bidang film, dimulai jadi pemain pembantu dalam film "Jendral Kancil (Nya Abbas Acub) sebagai Guru. Kemudian main pula dalam film: "Mak Comblang" dan "Sembilan" (Wim Umboh). Pernah jadi asisten Asrul Sani dalam pembuatan film "Pagar Kawat Berduri" karya Trisnoyuwono. Pernah belajar art directing, dan menulis skenario untuk film film dokumenter PFN.
Untuk memperdalam pengetahuannya, Teguh juga senang membaca, baik tentang teater, film, ataupun novel. Ia senang pada karya2 Agatha Christie dan Hemingway. Sekarang, ia lebih suka membaca karya Boris Pasternak atau Alexan der Solszhenitsin. Untuk Indonesia ia menyenangi buku buku Nh.Dini
Dalam kehidupannya, ada tiga orang guru yang berbekas dalam jiwanya. Pertama Asrul Sani, yang telah membekali dia keinginan untuk pintar. Kedua Usmar Ismail, yang mengajari dia untuk realistik dalam berpikir tentang semua hal. Dan ketiga D Djajakusuma, yang menjadi Bapak di ATNI. Bagi Teguh, sulit untuk menyebut siapa sebenarnya sutradara kita yang terbaik saat Ini. Walaupun dengan sangat terus terang, la mengatakan, bahwa film Indonesia yang baik adalah film film karya Usmar Ismail, dan Harimau Campa (D Djajakusuma)
Sedangkan sutradara asing yg dikaguminya Sam Peckinpah. Dalam membuat film, ia mungkin seperti Victorio De Sica. Film yang baik menurut Teguh, yaitu film yang sederhana, tapi punya daya pikat dari kesederhanaannya Itu. Ia memberi contoh film Sam Peckinpah yang berjudul "Bring Me The Head Of Alfredo Garcia".
Bintang film indonesia yang layak, disebut "aktor dan aktris", Teguh menyebut antara lain nama Sukarno M Noor, Suzanna, Slamet Raharjo, dan Tuti Indra Malaon.
Sebelum terjun ke dunia film, la dikenal sebagai pimpinan Teater Populer. lewat group teater lab, la telah menyutradarai drama2 Jayaprana", "Perhiasan Gelas". "Mengejar Pacar", "Inspektur Jendral", "Pernikahan Berdarah", "Kopral Woyzeck", dll. Waktu di ATNI, ia juga berkali-kali jadi pemain drama.
Setelah terjun ke dunia film, Teguh mengundurkan diri sebagai karyawan Hotel Indonesia. Uang pesangon di tambah honorarium filmnya dipergunakan untuk membangun sanggar baru yang terletak di Jl. Kebon Kacang, di Sanggar Itulah la menjadi "Bapak", melatih dan mendidik "anak anaknya", Beberapa orang senior yang masih aktif dalam Teater Populer hampir semua telah jadi orang beken, di antaranya Mieke Wijaya, Tuti Indra Malaon, Slamet Rahardjo, N Riantiarno, dll.
Sekalipun namanya sudah melangit, sejajar dengan sutradara-sutradara yang telah beken sebelumnya: Wim Umboh, Asrul Sani, Syuman Djaya, dll, namun keadaan Teguh Teguh sehari-hari tetap sederhana, pakaiannya tak pernah mentereng, jarang pakal sedan, dan mau bergaul dengan siapa saja. Keadaan seperti itu, tampak pula pada murid-muridnya, termasuk Slamet Rahardjo.
Dari empat film yang dibuatnya "Wajah Seorang Lelaki,"Cinta Pertama", "Ranjang Pengantin" dan "Kawin Lari", Teguh menyebut film "Cinta Pertama" sebagai film yang terburuk. Jika kita teliti hampir semua film2 Teguh berbicara tentang keluarga dengan berbagai persoalannya, bahkan dlm film yang sedang dibuatnya "Manusia Srigala" masih berkisar dalam soal Itu. "Saya suka pada manusia, keluarga dengan segala persoalannya, tetangga dengan segala persoalannya, Injil dengan segala tokoh2nya, wayang dengan segala problematiknya. Saya sering bertanya, mengapa orang selalu dihukum karena kelemahannya? mengapa kekuatan atau kelebihan- nya tidak disinggung? tiap orang toh selalu punya kelemahan. bagaimana saya bisa mengucapkan itu? Itu saya ungkapkan lewat film "Kawin Lari"
Bila saat ini banyak sutradara yang mengeluh karena merasa dikekang oleh Produser, maka Teguh adalah salah satu contoh sutradara yang tak bisa dan tak mau didikte produser. "Seorang sutradara harus bisa meyakinkan pada produser, bahwa film yang dibuatnya itu mesti laku dan bermutu".
Mengenangkan masa silamnya sewaktu di Pandeglang, Teguh berujar begini: "Saya lahir dalam keluarga Pedagang. Ketika saya memilih hidup dalam teater, mereka membandingkan pekerjaan saya dengan beberapa anggota keluarga Iain yang men jadi dokter, Insinyur atau sarjana hukum. tapi saya tetap mau ambil risiko. dan ter- nyata saat ini, dibandingkan dengan mereka, saya lebih tahu tentang manusia, Dokter hanya tahu badan orang, dari pemeriksaan sepuluh menit, tetapi tidak tahu tentang jiwa mereka. sekarang saya lebih tahu tentang orang, lebih tahu tentang dokter, tentang insinyur, dan dapat berbicara tentang mereka."
Teguh pernah dapat beasiswa untuk belajar selama sembilan bulan di East West Centre Hawaii tapi baru sebulan. Ia kembali lagi karena tidak betah dan ia berpendapat, tidak ada buku2 baru yang tersedia untuk dipelajarinya.
Tentang menurunnya animo masyarakat kita terhadap film Indonesia, maka Teguh berkata: "Yang paling parah dalam perfilman kita, kurangnya kesadaran diantara orang2 film itu sendiri. kalau filmnya tidak berhasil, lantas menyalahkan Deppen, Perfin, produser, atau aktornya sendiri. sedang yang mestinya disalahkan dapurnya sendiri.
kalau memang filmnya jelek, mau disuruh laku bagaimana?"..***